Kehidupan Fatimah a.s. bukan hanya melakukan tugas sebagai suri rumah tangga dan beribadat saja tetapi juga meliputi soal-soal politik sejak dari zaman ayahandanya Rasulullah SAAW di Mekah hingga selepas wafat ayahandanya SAAW. Beliau a.s. dengan gigih menyokong keras perjuangan ayahandanya Rasulullah SAAW dan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip Islam yang telah dididik oleh ayahandanya Rasulullah SAAW.
Pada tahun kesepuluh kerasulan, Khadijah ibu Fatimah a.s. meninggal dunia. Fatimah a.s. kehilangan ibundanya yang tercinta. Pada tahun yang sama, beliau a.s. kehilangan paman ayahnya Abu Talib yang selalu melindungi Rasulullah SAAW. Dengan kewafatan dua orang insan mulia ini, para musyirikin Quraisy mulai berani menentang dan menyakiti Rasulullah SAAW secara terbuka. Sehingga pada suatu saat mereka sanggup memutuskan untuk membunuh Rasulullah SAAW. Justru, Rasulullah SAAW membuat keputusan berhijrah ke Madinah. Malam itu Ali AS tidur di tempat tidur Rasulullah SAAW demi untuk mengelirukan musuh-musuh Allah itu. Pada malam itu juga Fatimah menginap di rumah ayahandanya dan mengetahui semua kejadian tersebut. Fatimah bertahan pada malam itu dengan penuh perjuangan, kesabaran, dan keberanian segala kemungkinan yang akan berlaku kepada mereka.
Fatimah a.s. kemudian berhijrah ke Madinah dengan rombongan hijrah di ketuai oleh Ali AS. Dalam perjalanan ke Madinah, beberapa orang kafir mencoba untuk menghalang mereka tetapi dengan keberanian dan tekad Ali AS, maka mereka ketakutan dan membiarkan rombongan hijrah itu meninggalkan Mekah. Akhirnya setelah menempuh segala kesulitan, mereka pun sampai ke Madinah.
Fatimah a.s. turut menjadi saksi Perang Badar dan Perang Uhud. Dalam Perang Uhud, dahi, dan gigi Nabi SAAW luka parah. Dan yang lebih menyedihkan ialah ketika tersebarnya berita palsu bahwa Rasulullah SAAW telah terbunuh. Fatimah a.s. berangkat ke Uhud untuk menyaksikan medan pertempuran, dan juga melihat ayahandanya yang dikasihi Rasulullah SAW. Setelah perang berakhir, Fatimah a.s. menemui ayahandanya Rasulullah SAAW, dan membersihkan wajah baginda dari luka-luka. Dalam peperangan ini juga, Fatimah a.s. menyaksikan paman ayahnya, Hamzah syahid di medan perang.
Selepas Rasulullah SAAW wafat, Fatimah a.s. turut memperjuangkan hak Imam Ali AS sebagai khalifah yang sah dilantik oleh Rasul SAAW dan juga tentang haknya terhadap Tanah Fadak. Fatimah tidak mengiktiraf Abu Bakar sebagai khalifah yang sah. Pada suatu ketika Abu Bakar dan Umar al-Khattab bersama rombongannya mengepung rumah Fatimah a.s. dengan tujuan memaksa penghuni rumah memberikan bai'ah kepada Abu Bakar. Malahan Rombongan tersebut mengancam akan membakar rumah tersebut. Seseorang bertanya kepada Umar: " Wahai ayah Hafsah (Umar al-Khattab), sesungguhnya Fatimah ada di dalam," dan Umar menjawab,: "Wa in (sekalipun)"[Ibn Qutaibah, Al-Imamah Wal-Siyasah, Jilid I, hlm.12-13]. Fatimah a.s. kemudian keluar dari pintu dari berkata lantang:"Hai, Abu Bakar, Alangkah cepatnya anda menyerang keluaga Rasul. Demi Allah, saya tidak akan bercakap dengan Umar sampai saya menemui Allah...Kamu semua telah membiarkan jenazah Rasulullah SAAW bersama kami, dan kamu semua telah mengambil keputusan antara kamu sendiri tanpa bermusyawarah dengan kami dan tanpa menghormati hak-hak kami. Demi Allah, aku katakan, keluarlah kamu semua dari sini dengan segera! Jika tidak dengan rambutku yang kusut ini, aku akan meminta keputusan dari Allah!"[Ibn Abil Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, Jilid VI, hlm.48-49]
Fatimah a.s. menganggap Tanah Fadak sebagai miliknya yang sah karena ia telah diberikan oleh Rasul SAAW ketika baginda SAAW masih hidup. Tanah Fadak terletak dekat dengan Khaibar dan disitu terdapat kebun kurma. Tanah tersebut diserahkan oleh Bani Nadir kepada Rasulullah SAAW selepas peristiwa Perang Khaibar pada tahun 7 Hijrah. Kemudian Rasulullah SAAW menghadiahkan tanah tersebut kepada Fatimah a.s. [riwayat dari Abu Sai'd al-Khudri - silakan lihat Fada'il Khamsah fi al-Sihah al-Sittah, Jilid 3, hlm.36] yaitu apabila turunnya ayat Qur'an yang bermaksud," Apa saja harta rampasan (fa'i) yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya." (59:7) .
Fatimah a.s. menuntut Tanah Fadak dari Abu Bakar tetapi Abu Bakar menolaknya. Fatimah a.s. lalu menemui Abu Bakar dan terjadilah perdebatan di antara mereka berdua: Al-Jauhari meriwayatkan bahwa ketika sampai berita kepada Fatimah a.s. bahwa Abu Bakar menolak haknya ke atas Tanah Fadak, maka Fatimah a.s. dengan disertai para pembantu wanitanya dan para wanita Bani Hasyim pergi menemui Abu Bakar. Fatimah a.s. berjalan dengan langkah seperti langkah Rasul. Ia lalu memasuki majlis yang dihadiri Abu Bakar, dan penuh dengan kaum Muhajirin dan Ansar. Fatimah membentangkan kain tirai antara dia dan kaum wanita yang menemaninya di satu sisi,dan majlis yang terdiri dari kaum lelaki di sisi yang lain. Ia masuk sambil menangis tersedu, dan seluruh hadirin turut menangis. Maka gemparlah pertemuan itu. Setelah suasana kembali tenang, Fatimah a.s. pun berbicara:
" Saya memulai dengan memuji Allah Yang Patut Dipuji. Segala Puji bagi Allah atas segala nikmatNya, dan terhadap apa yang diberikanNya..." dan setelah mengucapkan khutbahnya yang sungguh indah, ia lalu berkata:
Fatimah a.s.:" Apabila anda mati, wahai Abu Bakar, siapakah yang akan menerima warisan anda?"
Abu Bakar:" Anakku dan keluargaku."
Fatimah a.s.:" Mengapa anda mengambil warisan Rasul yang menjadi hak anak dan keluarga beliau?"
Abu Bakar:" Saya tidak berbuat begitu, wahai putri Rasul."
Fatimah a.s.:" Tetapi anda mengambil Fadak, hak Rasulullah yang telah beliau berikan kepada saya semasa beliau masih hidup....Apakah anda dengan sengaja meninggalkan Kitabullah dan membelakanginya serta mengabaikan firman Allah yang mengatakan," Sulaiman mewarisi dari Daud " (Al-Naml: 16), dan ketika Allah mengisahkan tentang Zakaria serta firman Allah, Dan keluarga sedarah lebih berhak waris mewarisi menurut Kitabullah?(Al-Ahzab:6) Dan Allah berwasiat, " Bahwa anak lelakimu mendapat warisan seperti dua anak perempuan" (Al-Nisa:11) dan firman Illahj," Diwajibkan atas kamu apabila salah seorang daripada kamu akan meninggal dunia, jika ia meninggalkan harta, bahwa ia membuat wasiat bagi kedua orang tua dan keluarganya dengan cara yang baik, itu adalah kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa" (Al-Baqarah: 80).
Apakah Allah mengkhususkan ayat-ayat tersebut kepada anda dan mengecualikan ayahku daripadanya? Apakah anda lebih mengetahui ayat-ayat yang khusus dan umum, lebih daripada ayahku dan anak bapa saudaraku (Ali AS) Apakah anda menganggap bahwa ayahku berlainan agama dariku, dan lantaran itu maka aku tidak berhak menerima warisan?" [Ibn Abil Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, Jilid XVI, hlm.249]
" Umar bin Khattab berkata kepada Abu Bakar:" Marilah kita pergi kepada Fatimah, sesungguhnya kita telah menyakiti hatinya."
Maka keduanya pun pergi ke rumah Fatimah a.s., dan Fatimah a.s. tidak mengizinkan mereka masuk ke dalam rumah. Mereka lalu memohon kepada Ali bin Abi Talib, lalu Ali AS memperkenankan mereka masuk ke dalam.
" Tatkala keduanya duduk dekat Fatimah a.s., Fatimah a.s. memalingkan wajahnya ke arah dinding rumah. Salam Abu Bakar dan Umar tidak dijawabnya.
Fatimah a.s. kemudian berkata:" Apakah anda akan mendengar apabila saya katakan kepada anda suatu perkataan yang berasal dari Rasulullah SAAW yang anda kenal dan anda telah bertemu beliau SAAW?"
Keduanya menjawab: " Ya."
Kemudian Fatimah a.s. berkata:" Apakah anda tidak mendengar Rasulullah SAAW bersabda," Keredhaan Fatimah adalah keredhaan saya, dan kemurkaan Fatimah adalah kemurkaan saya. Barang siapa mencintai Fatimah, anakku, bererti ia mencintaiku, dan barang siapa membuat Fatimah murka, bererti ia membuat aku murka."
Mereka berdua menjawab:" Ya, kami telah mendengarnya dari Rasulullah SAAW.
Fatimah a.s. berkata:" Aku bersaksi kepada Allah dan malaikat-malaikatNya, sesungguhnya kamu berdua telah membuat aku marah, dan kamu berdua tidak membuat aku redha. Seandainya aku bertemu Nabi SAAW, aku akan mengadukan kepada beliau SAAW tentang kamu berdua.
Abu Bakar berkata:" Sesungguhnya saya berlindung kepada Allah dari kemurkaanNya dan dari kemurkaan anda, wahai Fatimah."
Kemudian Abu Bakar menangis, hampir-hampir jiwanya menjadi goncang.
Fatimah lalu berkata:" Demi Allah, selalu saya akan mendoakan keburukan terhadap anda dalam setiap shalat saya."
Kemudian Abu Bakar keluar sambil menangis....[Ibn Qutaibah, Al-Imamah Wal-Siasah, Bab Bagaimana Bai'at Ali bin Abi Talib; O.Hashem, Saqifah Awal Perselisihan Ummat, hlm.100-101]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar