Jumat, 27 Maret 2009

Fathimah Azzahra binti Muhammad Rasulullah saw

Suatu hari Rasulullah saaw. datang menemui Fathimah as. Ketika itu sang putri mengenakan pakaian dari bulu unta, tangannya sibuk menggiling gandum sementara ia pun menggendong putranya. Air mata sang ayah pun tidak bisa terbendung melihat keadaan putri tercintanya. Rasulullah saaw. berkata lirih : Wahai putriku engkau telah menanggung pahitnya dunia demi manisnya akherat. Sang putripun sambil tersenyum (agung) berkata : wahai utusan Allah, alhamdulillah atas segala kenikmatan Allah dan aku bersyukur atas segala kebaikanNya. Karena Dia telah berfirman: “ Dan TuhanMu pasti akan memberikannya kepadamu dan kamupun akan ridha”

Fathimah as. adalah putri yang sangat di sayangi nabi. Wajah serta sifatnya mirip dengan sang ayah. Ia mendapat bimbingan langsung dari ayah penghulu para nabi yang menjadikanya tumbuh menjadi seorang wanita sempurna. Selain parasnya yang cantik Ia juga memiliki kepribadian yang agung. Akhlak yang mulia, berbudi tinggi, santun dalam bertutur kata, sopan, jujur, penyabar, pandai mejaga diri dan taat beribadah. Walau Fathimah as. adalah putri seorang nabi, ia tidak pernah memanfaatkan kedudukan ayahnya. Ia wanita sederhana, rajin dan sangat berbakti kepada ayahnya. Sepeninggal isrtinya Khadijah, dalam waktu cukup panjang Nabi larut dalam kesedihan. Akan tetapi Fathimah as. mampu mengisi kekosongan sang ibu. Ia bak seorang ibu, mencurahkan semua perhatiannya kepada sang ayah. Ia dengan sabar dan telaten merawat sang ayah, membersihkan tubuh nabi dari kotoran yang dilemparkan musuh-musuh islam, ia pun selalu merawat luka sang ayah, membasuh darah dari luka akibat perang serta menghibur tatkala sang ayah sedih.Fathimah as. adalah satu-satunya putri Nabi saw. Dan kautsar ( pemberian yang besar ) abadi yang di anugrahkan Tuhan (
surat al-kautsar ). Dalam umurnya yang tidak panjnag ( 18 tahun ) ia mampu meraih kesempurnaan iman, kedudukan maknawi dan kepribadian yang unggul. Ia memiliki banyak laqob seperti azzahra (cahayanya yang dhahir dan yang bathin), albatul (tidak mengalami haid), , assiddiqah (ma’shum), arraadhiah wa almardhiah (ridha kepada Allah dan diridhai oleh-Nya), almubaarakah (memiliki keberkahan dalam ilmu, kesempurnaan, mu’jizaat dan anak-anaknya), azzaakiah (kelebihannya dalam kesempurnaan dan kebaikan), althaahirah (bersih dari segala kekurangan), al’aabidah (hamba yang taat), almuhaddatsah (berbicara dengan malaikat), kautsar ( pemberian yang besar ) ( Abu Ja’far Al-Thabari Al-Imammi, Dalalil Al-Imamah hal. 10 )dan lain-lain. Setiap julukan yang dimilikinya menunjukan keutamaan serta jelmaan dari kepribadian tinggi yang tiada tara. Karena ketinggian kedudukan yang dimilikinya, kecintaan dan kebenciannya adalah kecintaan serta kebencian Allah swt., ia memiliki kedudukan syafaat di akherat, ia adalah orang pertama yang akan masuk surga dan surga pun merindukan kehadirannya.
Ketika umur Fathimah as. sudah menginjak dewasa, banyak di kalangan para sahabat yang mencoba untuk menyuntingnya, akan tetapi hanya Ali as. yang beruntung. Rasulullah saw. Menyetujui pasangan ini, upacara pernikahan pun diselenggarakan dengan sederhana namum penuh khidmat. Lain halnya dengan apa yang terjadi di langit keempat. Upacara pernikahan kedua kekasih Allah ini diselenggarakan dengan penuh kemeriahan. Perayaan yang dihadiri oleh para malaikat dengan khutbah yang disampaikan oleh malaikat Rabil, malaikat yang memiliki kefasihan dan keindahan dalam tutur kata. Acarapun di akhiri dengan sambutan malaikat Jibril as. yang membawakan firman Tuhannya : “Alhamdu adalah pujian-Ku, keagungan adalah kebesaran-Ku, segala maklhluk adalah hamba-Ku, Aku nikahkan Fathimah hamba-Ku dengan Ali pilihan-ku, saksikanlah wahai para malaikat” . Sementara di bumi Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh aku adalah manusia seperti kalian, menikah di tengah kalian dan menikhakan kalian, kecuali Fathimah yang pernikahannya turun ( diselenggarakan ) di langit.

Mereka pun hidup bahagia. Di mata Ali as. Fathimah as. adalah sosok istri yang ideal dan sempurna. Mereka menjalani bahtera rumah tangga selama sembilan tahun dan berbuahkan dua orang putra ( Hasan dan Husein ) serta dua putri ( Zainab dan Ummu Kultsum ). Dan seorang putra yang belum sempat terlahir, bernama Muhsin yang meninggal dalam rahim sang ibu.

Keluarga yang indah yang dihiasi oleh cinta dan diikat oleh ketulusan. Fathimah as. selalu setia kepada sang suami baik dalam suka maupun duka. ia tidak pernah menuntut banyak dari Ali as. kehidupan yang sederhana tidak membuat kecintaan diantara mereka menjadi pudar. Keindahan itupun semakin sempurna dengan datangnya putra putri yang shaleh, putra putri buah hati yang lahir dari pasangan suci.

Fathimah as. selalu menemani Ali as. dan siap siaga membantu serta berkhidmat kepada suami tercinta. Di mata Fathimah as. keadaan terdekat seorang istri dengan Tuhan adalah ketika ia berkhidmat kepada suaminya. Dalam salah satu ucapannya Fathimah as. berkata : “keadaan terdekat seorang istri dengan Allah Ta’ala adalah ketika ia memberikan secangkir air kepada suaminya”. Ia menjalankan semua tugas-tugas rumah tangganya dengan rulus dan ikhlas.

Selain itu fathimah as. adalah seorang hamba yang paling taat kepada Allah swt. Seperti yang di nukil oleh Hasan Bashri, ia berkata : “Tidak ada di dunia ini yang paling banyak ibadahnya selian Fathimah as. ia melakukan shalat hingga telapak kakinya membengkak” (Al-Bihar jilid 43 hal. 76 ). Ia juga seorang wanita yang peduli terhadap keadaan ummat. Ia tempil ke muka ketika ia menyaksikan penyimpangan social yang terjadi dikalangan masyarakat. Seperti apa yang terjadi sepeninggal ayahnya, dimana para sahabat sibuk memperbutkan kedudukan dan kepemimpinan sehingga melupakan wasiat-wasiat Nabi saw. Fathimah as. pun bangkit dan pergi menuju masjid, dihadapan kaum muhajirin dan anshar ia menyampaikan khutbahnya dengan tegas yang terkenal dengan ‘khutbah Fadakiah’.

Sepeninggal ayahnya Fathimah as. mengalami penderitaan dan musibah, gangguan fisik dan ruh membuatnya mengalami sakit yang berkepanjangan. Masa-masa pahit ini Ia jalani selama 75 hari. Wanita agung ini mengalami sakit dan lama-kelamaan badannya semakin lemah dan akhirnya pada tanggal 13 jumadil ula ( 3 jumadil ats-stani tahun ke-3 hijriah pada umur 18 tahun Ia pun meninggalkan dunia fana ini.) sesuai wasiat yang Ia sampaikan, Ia dikuburkan pada malam hari dan secara rahasia. Sehingga tidak ada satu pun yang mengetahui dimana tempat kuburannya.

Ketika Fathimah as. sakit parah , Fathimah as. mengundang Ummu Aiman dan Asma binti Umais. Mereka pun masuk ke ruangan sementara Ali as. sedang duduk disampingnya. Fathimah as. berseru kepada Ali as : Wahai anak pamanku sesungguhnya hidupku sudah menemui akhir, Aku tidak ragu lagi bahwa sebentar lagi Aku akan segera menyusul ayahku, ada yang hendak aku wasiatkan kepdamu tentang apa yang ada didalam hatiku. Ali as pun berkata : Sampaikanlah apa yang engkau kehendaki Wahai putri Rasulullah saww. Ali as pun duduk dekat kepala Fathimah as. lalu Fathimah as. berkata: Wahai putra pamanku aku tidak pernah mengingkari janjiku padamu, tidak pernah berkhianat kepadamu, dan tidak pernah menentangmu selama aku hidup bersamamu. Ali as pun lantas berkata : A’udzubillah! Engkau orang yang paling mengetahui Allah swt, paling baik, paling bertaqwa, paling takut kepada Allah swt, mustahil engkau untuk berbuat itu. Sungguh aku sangat sedih karena perpisahan dan kehilangan dirimu, akan tetapi hal itu merupakan ketentuan Allah swt. Dan Allah swt pun melipat gandakan kesidihanku setelah kehilangan Rasulullah saww dan kini akupun harus kehilangan dirimu. Sesungguhnya semua dari Allah swt dan akan kembali kepadaNya. Sungguh ini adalah musibah yang paling besar yang pernah aku alami.

Yang hadir pun tidak kuasa menahan tangis melihat keadaan seperti itu. Ali as meletakkan kepala Fathimah didadanya seraya berkata: sampaikanlah apa yang ingin engkau wasiatkan maka aku siap melakukan semua yang engkau perintahkan kepadaku. Fathimah as pun berkata : semoga Allah swt memberimu balasan yang besar Wahai anak pamanku aku berwasiat kepadamu setelahku hendaklah kamu menikah dengan saudariku, karena dia dimata ayahku seperti putrinya sendiri. Dan seorang laki-laki hendaklah ia memiliki seorang istri. Lalu Fathimah berwasiat agar penguburannya dirahasiakan, hal itu karena perlakuan ummat ayahnya terhadapnya.

Tangisan Nabi saww. Untuk Sekelompok Wanita







Imam Ali as. berkata : Suatu hari aku pergi bersama Sayyidah Fathimah as. datang menemui Nabi saww. saat itu beliau dalam keadaan menangis.

Imam Ali as bertanya : demi ayah dan ibuku ya Rasulullah ! kenapa anda menangis?

Nabi saww menjawab : Wahai Ali ! ketika malam aku dibawa pergi Mi’raj, ada sekelompok perempuan dari umatku sedang disiksa yang amat pedih. ( sampai sekarang aku masih teringat hal itu) aku menangis karena siksaan pedih yang mereka jalani. 1-Aku melihat perempuan kepala dan rambutnya digantung, dan otaknya mendidih karena panas.

2-Aku melihat perempuan yang lidahnya digantung dan air Hamim (air minum yang mendidih dari jahannam) dituangkan ke tenggorokannya.

3-Aku melihat perempuan, kedua payudaranya digantung.

4-Aku melihat perempuan memakan daging badannya sendiri sementara api yang membara berada di bawah kakinya.

5-Aku melihat perempuan tangan dan kakinya diikat, ular dan kalajengking menyerang mereka.

6-Aku melihat perempuan tuli , buta dan gagu di atas bara api. (Saking panasnya) Otak kepalanya keluar dari hidung mereka, dan badannya terpotong-potong.

7-Aku melihat perempuan kedua kakinya di atas bara api jahannam yang panas sedang tergantung.

8-Aku melihat perempuan badannya dihancurin dengan gunting –gunting yang panas.

9-aku melihat perempuan muka dan tangan-tangan mereka terbakar dan memakan dagingnya sendiri.

10-Aku melihat perempuan kepala mereka seperti babi, dan badannya seperti keledai. Dan beribu-ribu siksaan menimpa mereka.

11-Aku melihat perempuan berbentuk anjing , api masuk dari dubur dan keluar dari mulutnya. Dan malaikat pemberi adzab, memukul kepala dan badan mereka dengan tongkat api.

Sayyidah Fathimah as. bertanya : Wahai ayahku! cahaya mataku! Apa yang perempuan itu lakukan Selama di dunia, sehingga Allah swt menyiksa mereka ?!

Nabi saww menjawab : Wahai putriku !

1-Perempuan yang kepala dan rambutnya digantung, karena dia tidak menutupi kepala dan rambutnya dari ajnabi (tidak muhrim).

2-Perempuan yang lidahnya digantung , karena dia suka menyakiti suaminya dan orang lain.

3-Perempuan yang kedua payudaranya digantung karena dia menghindar untuk tidur bareng dengan suaminya.

4-Perempuan yang makan daging badannya sendiri, karena dia menghiasi badannya untuk orang lain dan tidak menghindar dari yang bukan muhrim.

5-Perempuan yang tangan dan kakinya diikat, ular dan kalajengking menyerang mereka. Karena tidak memperhatikan kebersihan baju dan berwudlu. tidak melakukan mandi junub dan haidz dengan betul. Dia tidak menjaga kebersihan dirinya dan meremehkan sholat.

6-Perempuan yang tuli, buta dan gagu karena dia hamil akibat zinah dan menisbahkan anaknya kepada laki-laki.

7-Perempuan yang kedua kakinya di gantung, karena keluar rumah tanpa izin suaminya.

8-Perempuan yang badannya di hancurin dengan gunting-gunting panas, karena menyerahkan dirinya kepada laki-laki lain.

9-Perempuan yang muka dan tangan-tangan mereka terbakar , dan memakan dagingnya sendiri, karena dia penyebab terjadinya perzinahan ( dia menjual perempuan kepada laki-laki).

10-Perempuan yang kepala mereka seperti babi dan badannya seperti keledai, karena suka berbohong dan menggunjing orang.

11-Perempuan yang berbentuk anjing ,api masuk dari dubur dan keluar dari mulut ,karena suka bernyanyi ( di depan yang bukan muhrim ) dan berhasud.

Kemudian Nabi saww berkata : celakalah seorang istri ketika suami tidak meridhoinya. Dan bahagailah seorang istri ketika suami meridhoinya.

( Dikutip dari kitab
Bihar Al-Anwar jilid 18, hal. 351-352)

Rabu, 11 Maret 2009

Sedikit tentang buku "Benarkah A'isyah Menikah Dengan Rasulullah Saw. Di Usia Dini?"

Salah satu bukti diambil dari kisah Perang BADAR dan UHUD

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l- isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: "ketika kita mencapai Shajarah". Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.
Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa qitalihinnama` a'lrijal) : "Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb]."
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud and Badr.

Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wa hiya'l-ahza' b): "Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb."
Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 years akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud

KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

Kamis, 05 Maret 2009

Fikih Mawaddah


Ditulis pada oleh kajianislam

Kamis, 26 April 2007

Fikih Mawaddah

Sofjan S Siregar

Dosen Islamic University of Europe Rotterdam, Ketua ICMI Orwil Eropa

Dalam setiap diskusi tentang Islam di Eropa khususnya di Belanda pertanyaan selalu didominasi isu sentral sekitar sejauh mana Islam mampu bertahan mengklaim agama yang kompatibel dengan segala waktu dan semua tempat. Sementara Alquran sendiri menyebutkan dalam Surat An Nisa ayat 34 bahwa seorang suami bukan hanya dibolehkan, bahkan disuruh agar jika perlu memukul istri yang dianggap membangkang terhadap suami. Isu ‘pukul istri’ ini juga mendominasi acara diskusi ICMI Orwil Eropa akhir Maret 2007 bekerja sama dengan Universitas Islam Eropa Rotterdam di Belanda.

Seorang nara sumber menyulut isu kontroversial ini dengan membenarkan fatwa kebolehan suami memukul istri dalam upaya mencari solusi keutuhan rumah tangga dalam Islam sesuai ajaran dan petunjuk Alquran.

Kecaman dan reaksi keras tidak bisa dibendung. Hampir semua organisasi wanita dan emansipasi serta HAM di Belanda protes. Isu itu dianggap melecehkan wanita. Lebih jauh lagi seorang anggota parlemen Belanda yang anti-Islam dari Partai Van Vrijheid (PVV alias Partai Kebebasan) G Wilders mengusulkan dalam wawancara di TV Belanda beberapa waktu lalu, agar Muslim yang ingin tinggal menetap di Belanda harus merobek separuh Alquran. Suatu reaksi yang berlebihan akibat ketidaktahuan dan xenophobia politiknya yang sangat anti orang asing di Belanda. Akhirnya setelah diprotes keras oleh umat Islam, pernyataan Wilders ini tidak mendapat dukungan dari masyarakat Belanda.

Fatwa membolehkan pukul wanita dihadapkan pada tantangan eksternal dan internal. Di satu pihak, keganasan media massa menyosialisasikan Islamophobia semakin lempang, brutal dan menjadi-jadi khususnya di Eropa, sebagai tantangan external. Sedangkan di pihak lain muncul kecendrungan sebagian intelektual Muslim yang mengumbar fatwa kurang akurat jika ditinjau dari perspektif Islam. Ijtihad para intektual ini lebih bernuansa politik ketimbang ijtihad fiqih syar’i. Fatwa semacam itu sangat mendiskreditkan citra Islam yang berkarakter harmonis, sejuk, damai dan rahmat buat seluruh manusia, termasuk wanita.Meluruskan persepsi

Upaya yang digalakkan umat Islam di Eropa melawan Islamophobia, akan terganggu dan semakin kabur dengan tersiarnya fatwa pelecehan HAM semacam ini. Tulisan ini akan mencoba menjelaskan bahwa Islam tidak pernah menoleransi pemukulan dan penganiayaan terhadap siapa pun termasuk istri sendiri.

Kata dhorb dalam Surat An Nisa ayat 34 tidak bisa dijadikan rujukan dan diterjemahkan secara harfiah dengan memukul, tapi harus diterjemahkan sesuai dengan penjelasan ayat dan hadis secara komprehensif sesuai norma maqasidissyariah (tujuan syariah). Kenapa? Karena dalam persepsi Islam, maksud dari institusi perkawinan dalam bentuk rumah tangga sangatlah mulia. Selain mengikuti Sunah Nabi dan mengembangbiakkan keturunan, juga untuk membina keluarga sakinah, mawaddah, rahmah, mahabbah, dan harmonis. Maka dari itu, menghina, menganiaya atau memukul istri bukan hanya kontraproduktif dengan tujuan perkawinan, tapi juga melanggar prinsip dasar HAM.

Nabi sangat mengecam tindakan suami yang memukul istri dalam hadisnya, “Bagaimana Anda pukul istri Anda seperti memukul budak padahal setelah itu Anda tidur bersama istri, apakah anda tidak malu?” Kedua calon suami dan isteri tidak dipaksa untuk maju ke lembaga perkawinan, sehingga konsekuensinya, mereka tidak bisa saling memaksakan kehendak. Kelangsungan lembaga perkawinan yang suci dan mulia ini memang harus dipelihara. Namun jika tidak memungkinkan dan tidak tercapai solusi yang memuaskan dua pihak, status lembaga perkawinan bukanlah mutlak dan harga mati yang harus dipertahankan sampai pisah mati, seperti yang terdapat dalam agama lain. Islam membolehkan cerai hidup, jika memang terpaksa. Artinya, bila ternyata di antara suami dan istri tidak ada sakinah, mawaddah, dan rahmah, seorang suami boleh cerai dari istri dengan cara baik seperti kata Alquran, “Lanjutkan perkawinan dengan cara baik atau cerai dengan cara gentlemen.”

Pendekatan dan meyakinkan istri dengan cara memukul tidak akan melahirkan bahagia. Andaikan sang istri berubah menjadi baik setelah dipukul oleh suami, tentu hanya secara zahir, karena bagaimanapun juga aksi dan tindak pemukulan itu sangat melukai hatinya. Sehingga pilar sakinah dan mawaddah akan cacat yang akhirnya juga kehidupan rumah tangga akan hancur.

Demikian pula sang istri juga tidak perlu memukul suami atau melakukan tindakan kekerasan lain. Istri bisa dan boleh keluar dari lembaga perkawinan dengan mengambil inisiatif untuk cerai dari suami dengan membayar ta’widh. Tidak satu hadispun yang membolehkan memukul istri. Dalam Alquran juga tidak ditemukan ayat yang membolehkan memukul istri. Adapun ayat 34 Aurat An Nisa yang selalu dijadikan rujukan oleh sebagian orang, perlu di terjemahkan secara akurat sesuai dengan norma dan prinsip tafsir. Menerjemahkan kata dhorb dalam ayat tersebut dengan memukul adalah hal yang perlu penjelasan lanjutan. Karena petunjuk Alquran sangat jelas bahwa untuk memukul atau mencambuk selalu dipakai kata jild seperti hukuman bagi orang yang menuduh berzina tanpa adanya empat saksi dicambuk 80 kali.

Dalam terjemahan Alquran dari Depag kita temukan sebagai berikut, “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusuz-nya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka (An Nisa ayat 34). Secara umum terjemahan Alquran Depag telah membantu umat Islam memahami kitab sucinya, namun khusus ayat 34 surat An Nisa, Tampaknya Depag harus meninjau ulang terjemahannya. Kenapa? Karena kata kerja dhorb mencakup multimakna yang harus disesuaikan dengan ayat dan dalil naqli yang terkait secara utuh. Ada 18 bentuk pemakaian kata dhorb dalam Alquran, semuanya bermakna i’tizal (mengasingkan/isolasi diri), almufaraqah (memisahkan), dan at tark (meninggalkan). Kita ambil contoh dalam surat An Nisa ayat 101, “Wa iza dhorobtum fil ardhi falaisa alaikum junahun an taqsuru minas sholati (Dan apabila kamu bepergian (dharabtum) di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qashar shalatmu). Kata dhorobtum tidak mungkin diterjemahkan memukul di bumi.

Karena adanya konsep khul’u (perceraian yang inisiatifnya muncul dari sang istri) dalam lembaga perkawinan, maka menerjemahkan dhorb dengan memukul semakin kurang relevan dalam ayat 34 Surat An Nisa untuk menyelesaikan cekcok rumah tangga. Masing-masing pihak punya hak untuk tetap lanjut bersama atau pisah dari kehidupan rumah tangga.

Teladan Nabi

Hal ini diperkuat oleh sunnah fi’liyah (praktik Nabi) Rasulullah SAW ketika rumah tangganya mengalami tantangan disharmonisasi dari beberapa istrinya. Nabi tidak melakukan pemukulan pada istrinya, tapi dia meninggalkan istrinya berhijrah rumah selama sebulan ke tempat lain. Padahal Surat An Nisa ayat 34 waktu itu sudah turun.

Dua tahapan sudah dilakukan oleh Nabi yaitu menasihati dan pisah ranjang tapi tetap satu rumah. Tahapan terakhir untuk menjaga kesinambungan dan keutuhan rumah tangga adalah i’tizal atau ib’ad atau hijrah pisah rumah selama sebulan. Ternyata cara ini ampuh. Para istrinya kembali biasa, rumah tangga Nabi kembali utuh.

Seandainya memukul adalah suatu opsi, tentu Rasulullah adalah orang yang pertama harus melakukannya sebagai contoh dalam segala bentuk perintah yang ada dalam Alquran. Namun Nabi tidak pernah melakukannya. Dalam suatu hadis dikatakan bahwa beliau tidak pernah memukul pembantu dan istrinya. Beliau tidak pernah menyuruh untuk memukul istri apalagi melakukan tindakan penghinaan.

Contoh keteladanan Nabi dalam menyelesaikan konflik rumah tangga ini merupakan fikih mawaddah yang harus disosialisasikan oleh para intelektual Muslim dalam upaya membasmi kesalahpahaman terhadap ajaran sejati Islam dan mengeliminasi Islamophobia.

Ikhtisar
- Ajaran Islam adalah kompatible dengan segala waktu dan tempat.
- Fikih mawaddah melarang suami menghina atau memuku istri.
- Tidak ada rujukan juridis syar’i yang membolehkan apalagi menyuruh untuk memukul wanita baik dalam Alquran ataupun hadis.
- Sebaiknya, Departemen Agama merevisi terjemahan salah pada Alquran yang menyangkut HAM kehidupan rumah tangga dalam Surat An Nisa ayat 34

Sumber: Harian Republika

Dimanakah Sebenarnya Allah ?

Dimanakah Sebenarnya Allah ?

Dalam kutipan ayat-ayat kitab suci Al-qur’an sering disebutkan bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy dan Allah di langit. Selain itu masyarakat awam juga sering mengatakan Allah ada di mana-mana, hal ini bisa menimbulkan kesan bahwa Allah berpindah-pindah dan/atau lebih dari satu, padahal Dia bersifat Esa, Ghaibal Ghuyub dan Ghaibal Kubra.

Mengenai pemahaman apa itu sebenarnya ‘Arsy dan “langit” ini, hendaknya kita harus lebih hati-hati dan teliti. Jangan sampai kita jatuh terjebak pada kebiasaan selama ini, sehingga tanpa tanpa kita sadari sebentar-sebentar dengan mudah dan cepat kita selalu mengatakan bahwa sesuatu (ini dan itu) adalah termasuk bid’ah hanya karena menurut kita sesuatu itu tidak ada contohnya dari Rasul SAW, yang mungkin saja hal ini disebabkan oleh keterbatasan informasi yang kita terima maupun pemahaman kita terhadap ayat-ayat Allah, Kalam Allah, dimana dalam memahamkannya hanya bersandarkan pada akal logika semata. Akan lebih baik bilamana kita ketahui dulu ilmunya secara kaffah (menyeluruh, lengkap) dan benar, jangan menafsirkan ayat sepotong-sepotong, namun suatu ayat harus dijelaskan oleh ayat yang lain (ayyatun mubayyinatun).

Bahwa istilah “langit” bukan hanya melukiskan alam fisik saja tetapi keseluruhannya, dari alam terendah sampai tertinggi, dari alam ghaib sampai alam maha ghaib. Istilah “langit” digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang ghaib, dan bukan melulu alam fisik.

Alqur’an di dalam mengungkapkan suatu masalah yang konkrit, misalnya hukum rajam, hukum jinayat, hukum waris, hukum syariat mu’amalat, dijelaskan dengan kalimat yang bukan majaz, yaitu muhkamat artinya sudah jelas, tidak perlu ditafsirkan lagi, seperti shalatlah kamu, bayarlah zakat, dst. Akan tetapi kalau sudah mencakup persoalan ghaib, misal: tentang Allah, rahasia langit, peralatan akherat, syurga, dan neraka, dll; serta perasaan, maka Alqur’an menggunakan kalimat perumpamaan (metafora), yang biasa disebut mutasyabihaat.

Ada kelemahan bahasa manusia jika mengungkapkan rasa dan sesuatu yang ghaib, sehingga Baginda Rasulullah SAW ketika menjelaskan masalah syurga-pun tidak menjelaskan keadaan sebenarnya. Beliau hanya memberikan gambaran bahwa syurga itu indah dan nikmat, di bawahnya ada air susu dan madu mengalir, ada buah-buahan, korma, anggur dll, setelah itu beliau memberikan penjelasan bahwa keadaan syurga itu tidak pernah terdengar oleh telinga, tidak bisa terbayangkan oleh pikiran, dan tidak pernah terlintas di hati. Artinya bukan seperti apa yang digambarkan oleh Rasulullah (lihat gambaran syurga antara lain dalam surat Yaasin ayat:55-57).

Bagaimana Rasulullah akan menjelaskan sesuatu, atau keadaan yang di dunia ini tidak ada. Bagaimana beliau akan memperbandingkan sesuatu yang tidak ada di dunia. Apa jadinya kalau syurga itu seperti apa yang telah kita bayangkan tadi? Mirip dengan apa yang kita rasakan? Hal ini juga terjadi kepada kita, ketika dihadapkan persoalan ungkapan rasa misalnya, hatiku telah bersemi lagi, atau mendidih rasa hatiku tatkala melihat dia, atau perampok itu tergolong pembunuh berdarah dingin; dan banyak lagi ungkapan rasa yang tidak tertampung dan terwakili oleh kosa kata bahasa verbal.

Sebagaimana rasa manis yang ada pada gula tidak bisa diceritakan kalau kita tidak mengalaminya sendiri mencicipi gula itu. Kalau kita mencoba menafsirkan ungkapan rasa itu dengan logika atau akal maka akan terjadi kesalahfahaman yang pasti akan menyimpang, sehingga wajarlah Rasulullah SAW tidak pernah menafsirkan atau memberikan keterangan hal tersebut berupa ‘footnote’ dalam Alqur’an, sebab para muridnya yaitu sahabat sudah mengerti maksudnya tanpa harus mencoba-coba menafsirkan sendiri. Misalnya lagi pada hal yang sangat sederhana ada orang berkata “Saya mau pergi ke rumah sakit” pasti kita tidak akan mengernyitkan mata karena bingung. Jangan ditafsirkan dengan mengatakan “rumah yang sakit”.

Begitu pula tentang keberadaan Allah bahkan wujud Allah. Allah mempergunakan kalimat mutasyabihat dalam menerangkan keadaan diri-Nya, seperti dalam firman-firman-Nya:

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al-Araf : 54)

” … Allah adalah cahaya langit dan bumi” (QS. An Nur: 35)

” … hai iblis apakah yang menghalangi kamu bersujud kepada yang telah Ku Ciptakan dengan kedua tangan-Ku …” (QS. As Shaad:75)

“maka Allah menjadikannya tujuh langit dalam dua hari…” (QS. Al Fushilat 12)

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku ini dekat …” (QS. Al Baqarah :186)

“.. dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya” (QS. Qaaf:16)

” … ingatlah bahwa sesungguhnya Dia maha meliputi segala sesuatu” (QS. Al Fushilat 54)

” … kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah .. “(QS. Al Baqarah:115)

Sangat jelas bagi kita, bahwa ungkapan-ungkapan mutasyabihat di atas, dimengerti bukan untuk ditafsirkan, melainkan sebagai batasan fikiran melalui konsepsi manusia. Bukan hal yang sebenarnya, sebab Allah tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu (QS. As syura: 11), bahwa Allah tidak bisa dilihat dengan mata manusia dan tidak bisa dijangkau oleh fikiran manusia.

Bukankah syirik, untuk memberikan tafsiran yang menggambarkan bahwa Allah memerlukan singgasana (’Arsy) dan juga seakan-akan Allah sesudah membuat langit dan bumi berserta isinya naik kembali ke tahta-Nya? Kalau Allah memerlukan singgasana (’Arsy) berarti Allah bertempat? Alangkah anehnya, jika dikatakan Allah dalam menciptakan iblis menggunakan kedua tangan-Nya, dan dikatakan Allah mempunyai wajah?

Allah mentasybihkan dan meminjam kata-kata yang dimiliki manusia untuk memudahkan berdialog dan memberikan pengertian dalam bentuk bahasa manusia dan ilmu, sebab kalau kita menterjemahkan dengan kata sebenarnya maka akan ada benturan-benturan yang saling bertentangan.

Kurang tepat bila dikatakan kalau Allah ada di mana-mana, walaupun difirmankan “….kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah”. Juga tidak pula bisa dikatakan bahwa Allah berada di langit atas sana sehingga kita menunjuk ke arah atas atau ketika kita berdoa kita menengadahkan tangan kita ke atas sambil di benak kita beranggapan bahwa Allah seolah-olah ada di langit di atas nun jauh di sana. Sekali lagi kalau dikatakan Allah di langit di atas sana berarti Allah bertempat di langit dan kalau demikian jadinya berarti selain di langit apakah tidak ada Allah? Sehingga hakikat langit yang sebenarnya bukanlah berupa alam fisik, seperti dzan (persangkaan) kita selama ini. Dia maha meliputi segala sesuatu.

Lalu dimanakah Allah ?

Berdasarkan ilmu tauhid, aqoidul iman, Allah dikatakan adalah seru sekalian alam, meliputi segala sesuatu, karena tak ada sesuatupun yang tidak diliputi oleh-Nya, bahkan lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Lihat kembali QS. Al Baqarah : 186, QS. Qaaf:16, QS. Al Baqarah:115, dan QS. Al Fushilat 54 di atas. Ketertutupan atau terhijabnya hati kita atas keberadaan Allah disebabkan ketidaktahuan dan sangkaan (dzan) kita akan Allah yang keliru. Hijab adalah tirai penutup, di dalam ilmu tasawuf biasa disebut sebagai penghalang lajunya jiwa menuju Khaliknya. Hati tidak mampu melihat kebenaran yang datang dari Allah. Nur Allah yang ada di dalam dada tidak bisa ditangkap dengan pasti. Dengan demikian manusia seolah-olah akan selalu merasa berada jauh dari Allah, kita di bumi dan Allah di atas langit, dalam keragu-raguan atau was-was.

Mudah-mudahan kita diberi kefahaman atas ilmu-ilmu-Nya yang tersembunyi maknanya. Amiin.

Last Updated ( Monday, 05 February 2007 )

SUMBER: Tajularifin.org


7 Responses to “Dimanakah Sebenarnya Allah ?”

  1. Syukur al hamdulillah, dengan adanya kajian Islam Tasawwuf yang dapat diakses langsung oleh kaim muslimin, mudah-mudahan dapat menambah pemahaman yang luas tentang tasawwuf. Dan saya sangat berterimakasih, bila setiap kajian yang aktual (artikel) tentang tasawwuf dapat dikirimkan ke mail saya. Syukron katsir.

  2. ini baru top

  3. Ketika disebut Nama Allah: Yang Maha Esa, mereka introspeksi apakah betul mereka telah mengEsakan Allah..sehingga sadar bahwa Allah itu tak ada satupun yang menyamaiNya dalam segala hal.

    Ketika disebut Nama Allah: Yang Maha Berdiri Sendiri, mereka introspeksi apakah betul mereka meyakini bahwa Allah tak perlu sesuatu apapun…
    sehingga sadar bhw Allah tak butuh pembelaan..
    kitalah yang butuh kepada Allah.

  4. Theori penjelasan manusia tentang Isro-mikraj sesuai Al Isro (17) ayat 1 dan An Najm (53) ayat 1-62 (tentang Allah diangkasa raya) bertentangan dengan Qaaf (50) ayat 16 (Allah berada lebih dekat dari urat nadimu berarti ada pada dirimu dan yang benar ayat ini dan jangan ditambah selama kamu masih hidup).
    Oleh kerena itu carilah theori Isro-mikraj itu yang sebenarnya menurut akal, jangan Indonesia diperbodoh oleh pendapat timur tengah.

    Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi.

  5. Nur di atas Nur adalah sesuatu yang harus di kaji lagi untuk mendatang.

    Terima kasih saudara ku, ada beberapa kesamaan pemikiran yang ada di antara kita semua.

    Kosong itu berisi, berisi itu kosong. Kata gurunya sung go kong.

    Mengakui Ketiadaan kita berarti mengakui keberadaan NYa.
    dan mengakui keberadaan kita berarti kita mengakui Kebodohan kita. Astaghf…

    Selamat Berjuang sampai darah penghabisan.

  6. Assalamu’alaikum Wr, Wb

    Saya sangat setuju dengan apa yang anda Uraikan Bahwa Allah tidak bertempat akan tetapi meliputi setiap tempat.

    Wassalam

    Pengembara Jiwa

    Silahkan kunjungi Blog Saya.

  7. Assalamualaikum Wr WB
    Mohon dimasukan dalam format PDF dan dalam ukuran cetak yang lebih menarik agar bisa di cetak dan di informasikan .

    Mungkin bisa ditempel pada papan pengumuman Masjid agar lebih manfaat dan lebih mencerahkan.
    wasalam dan terimakasi

    ____________________
    -kajian Islam-

    Assalamu alaikum wr. wb.

    Terima kasih masukannya mas, tolong kalo bisa kami diberitahu bagaimana membuat format PDF. makasi sebelumnya.

Khutbah S Fatimah Zahra as


Khutbah S Fatimah Zahra as

Rasulullah SAW bersabda: “wanita penghuni surga yang paling utama ada empat; Khadijah bintu Khuwailid, Fatimah bintu Muhammad, Asiyah bintu Muzahim –istri Fir’aun-, dan Maryam bintu Imran”[1]. Rasulullah SAW bersabda: “sebaik-baik wanita alam semesta ada empat; Maryam bintu Imran, Asiyah bintu Muzahim, Khadijah bintu Khuwailid, dan Fatimah bintu Muhammad”[2]. Rasulullah SAW bersabda: “Fatimah adalah bagian dariku, maka barang siapa yang membuatnya marah niscaya telah membuatku marah” “Fatimah adalah bagian dariku, maka barang siapa yang mengganggunya niscaya telah menggangguku” “sesungguhnya Allah murka dengan murka Fatimah dan rela dengan rela Fatimah”[3]

Puja bagi Allah atas nikmat yang telah Dia berikan

Terima kasih pada Allah atas apa yang telah Dia ilhamkan (nikmat batin)

Puji bagi Allah atas apa yang telah Dia sodorkan;

Berupa nikmat-nikmat umum yang Dia mulai (sebelum ada hak sedikitpun pada manusia)

Berupa anugerah yang berlimpah dan sempurna

Dan berupa semua pemberian yang berturut-turut

Begitu banyak nikmat Allah sehingga tidak mungkin untuk menghitungnya

Tidak mungkin untuk menjangkau batasannya

Selamanya tidak akan mungkin untuk diketahui semua

Dia mengajak mereka untuk minta tambah dengan cara bersyukur, karena sambungan yang terdapat dalam nikmatNya

Mengharuskan makhluknya untuk memuja dengan limpahan nikmatNya

Sebagaimana Dia juga mengajak mereka pada hal-hal yang serupa

Aku bersaksi bahwa “tiada Tuhan selain Allah Yang Esa dan tak bersetara”, sebuah kalimat yang kembali pada ketulusan (ikhlas)

Kalimat yang capaiannya telah ditanamkan di hati setiap orang

Kalimat yang rasionalisasinya tercerahkan dalam pikiran

Allah yang mata tak mampu melihatnya

Lidah tak sanggup menyifatiNya

Pikiran tak dapat menjangkau bagaimana Dia

Dia ciptakan segala sesuatu tidak dari sesuatu sebelumnya

Dia ciptakan tanpa menyontek contoh yang lain

Dia adakan dengan kekuasaanNya dan Dia ciptakan dengan kehendakNya

Tanpa Dia butuh pada penciptaan itu

Tanpa ada faidah dari penggambaran itu

Tiada lain hanya merupakan pembuktian atas hikmahNya, peringatan atas ketaatan padaNya, penjelasan kuasaNya, penyembahan hambaNya, dan penegasan ajakanNya

Kemudian Dia tetapkan pahala bagi ketaatan padaNya

Dia tentukan siksa bagi kemaksiatan padaNya

Untuk mencegah hamba-hambaNya dari murka

Dan mendorong mereka ke arah surgaNya

Aku bersaksi bahwa ayahku (Muhammad) adalah hamba dan utusanNya

Dia telah memilihnya sebelum menciptakan

Dia telah memilihnya sebelum mengutus

Di saat manusia masih tersembunyi dalam gaib

Di saat manusia masih terhalang oleh tabir yang menyeramkan

Di saat manusia masih sarat dengan ketiadaan

Atas dasar ilmu Allah terhadap tempat kembalinya segala sesuatu

Atas dasar pengetahuanNya terhadap segala hal yang akan terjadi

Atas dasar makrifatNya terhadap situasi dan kondisi serta maslahat segala hal yang Dia tentukan

Allah mengutus Muhammad untuk melengkapkan urusanNya

Sebagai tekad untuk menetapkan hukumNya

Sebagai penerapan takdir-takdirNya yang pasti

Kemudian Dia saksikan penduduk bumi berpecah belah dalam agama mereka

Mereka yang tunduk beribadah pada api

Mereka yang menyembah arca

Mereka yang mengingkari Allah di saat mereka mengetahuiNya

Maka Allah menerangi kegelapan itu dengan Muhammad SAW

Dia lapangkan hati dari problema

Dia jelaskan mata dari kesamaran

Dan Rasulullah bangkit di tengah ummat manusia dengan membawa hidayah

Menyelamatkan mereka dari kesesatan

Menyembuhkan mereka dari kebutaan (mata dan hati)

Menunjukkan mereka pada agama yang tegak

Mengajak mereka pada jalan yang lurus

Kemudian Allah menariknya karena cinta dan keinginan serta pilihan

Maka beliau tenang dan terlepas dari lelahnya kehidupan di dunia

Sungguh beliau dikelilingi oleh para malaikat yang suci

Diridloi oleh Allah Yang Maha Pengampun

Dekat di sisi Maha Raja Yang Perkasa

Shalawat dan salam serta rahmat dan barakat Allah semoga senantiasa tercurahkan pada ayahku

Muhammad nabiNya, manusia kepercayaanNya untuk menerima wahyu, manusia pilihanNya, manusia yang terbaik di antara ciptaanNya dan manusia yang diridloiNya.

Kemudian beliau mengalihkan perhatian pada hadirin seraya berkata:

Kalian, wahai hamba-hamba Allah, adalah maksud dari perintah dan laranganNya

Kalian adalah pemikul agama dan wahyuNya

Kalian adalah orang yang dipercaya Allah untuk menjaga agamaNya

Kalian adalah orang yang ditugaskan untuk menyampaikan risalah ini pada ummat yang akan datang

Seorang pemimpin kebenaran ada di tengah kalian

Dia telah mengambil janji kalian atas kewajiban

Dia tinggalkan sesuatu pada kalian

Kitab Allah yang berbicara

Qur’an yang jujur dan benar

Cahaya yang berkilauan

Sinar yang terang benderang

Bukti-buktinya jelas dan rahasia-rahasianya terungkap

Lahirnya nampak

Membuat senang pendukungnya

Membawa pengikutnya menuju keridoan Allah

Mendorong pendengarnya ke arah keselamatan

Dengannya, dapat diperoleh hujjah-hujjah Allah yang bersinar, dan

Kewajiban-kewajibanNya yang sudah dijelaskan oleh Al-quran

Larangan-laranganNya yang telah diperingatkan

Bukti-buktiNya yang terang

Dalil-dalilNya yang cukup

Keutamaan-keutamaan yang dianjurkan

Keringanan-keringanan yang diberikan

Dan syariat yang diharuskan

Maka Allah menjadikan iman sebagai penyuci kalian dari kesyirikan

Shalat sebagai pembersih kalian dari kesombongan

Zakat sebagai penjernih diri dan pengembangan rejeki

Puasa sebagai pendalam ketulusan

Haji sebagai penguat agama

Keadilan sebagai pengatur kalbu

Ketaatan pada kami [Ahlulbait as] sebagai sistem untuk bangsa

Kepemimpinan kami sebagai jaminan aman dari pecah belah

Jihad dan perjuangan sebagai kehormatan Islam

Kesabaran sebagai penopang untuk meraih pahala

Amar makruf sebagai maslahat umum

Bakti pada kedua orang tua sebagai penghindar murka

Silaturahmi sebagai penambah jumlah

Qisas sebagai penjaga darah

Kesetiaan pada nadzar sebagai peluas ampunan

Jujur dalam tolok ukur dan timbangan sebagai perubah kikir

Larangan minum arak sebagai pembasmi noda

Larangan menuduh zina sebagai tabir penghalang kutukan

Larangan mencuri sebagai penjamin kesucian

Larangan syirik sebagai ketulusan padaNya dalam pengaturan

Maka bertaqwalah kalian pada Allah dengan taqwa yang sesungguhnya, dan jangan kalian mati kecuali dalam kaadan muslim

Taatilah perintah dan laranganNya

Karena sesungguhnya hanya hamba-hamba Allah yang alim yang takut padaNya.

Wahai ummat manusia!

Ketahuilah bahwa aku adalah Fatimah!

Ayahku adalah Muhammad

Kukatakan untuk pertama dan terakhir kalinya

Aku tidak berkata salah dan tidak bertindak lalim

Sungguh-sungguh telah datang pada kalian utusan Allah dari jenis kalian sendiri, resah atas kesulitan yang menimpa kalian dan bersikeras untuk memberi petunjuk pada kalian serta lembut dan sayang terhadap orang-orang yang beriman[4]

Apabila kalian hendak menisbatkan asal usulnya maka kalian akan mendapatkan bahwa beliau adalah ayahku dan bukan ayah dari wanita kalian

Beliau adalah saudara misananku dan bukan saudara dari pria kalian

Maka sebaik-baik penisbatan adalah orang yang dinisbatkan padanya

Rasulullah menyampaikan misinya dengan menegaskan peringatan

Keluar dari jalur orang-orang musyrik

Menebas belikat mereka

Membungkam mulut mereka

Mengajak pada jalan Tuhannya dengan hikmah dan nasihat yang baik

Memecahkan arca dan menumbangkan kekafiran

Sampai akhirnya mereka kalah dan mundur

Malam terbelah oleh pagi (kedzaliman terpendam oleh Islam)

Terbitlah kebenaran yang murni

Pemimpin agama berbicara tentang agama dan perkara muslimin

Kicauan setan membisu

Pendukung kemunafikan runtuh

Jalinan kafir dan perpecahan terurai

Kalian berucap tulus

Dan orang-orang yang bercahaya putih karena lapar (puasa)

Di saat kalian sebelumnya berada di mulut api neraka

[kalian adalah] orang yang meneguk segala minuman walau bukan miliknya

Orang serakah yang tidak melewatkan satu kesempatan pun untuk menuruti kesrakusannya

Bara api orang yang tergesa-gesa

[kalian adalah] orang yang terinjak-injak di bawah kaki para penguasa

Kalian minum genangan air yang bercampur kotoran binatang

Kalian makan dengan wadah kulit yang tak disamak dan daun-daunan

Kalian adalah orang-orang yang hina dan terusir

Kalian selalu takut dirampok oleh orang-orang yang berada di sekitar

Maka Allah menyelamatkan kalian melalui ayahku Muhammad SAW

Setelah ini dan itu

Setelah ditimpa oleh kebengisan kaum pria dan keganasan arab serta kedurhakaan Ahlulkitab (orang yahudi dan nasrani)

Setiap kali mereka menyulut api peperangan maka Allah memadamkannya

Setiap kali tanduk setan tumbuh (setiap kali setan beraksi untuk merusak) atau kesyirikan membuka lebar mulutnya maka beliau SAW mengirimkan saudaranya (Ali) sampai ke anak lidahnya (ke pusatnya untuk membasmi setan dan kesyirikan)

Maka dia (Ali) tidak akan pernah kembali sampai berhasil menginjak telinga setan dan kesyirikan dengan lekuk telapak kakinya

Dan memadamkan lidah api mereka dengan pedangnya

Dia (Ali) banting tulang dalam dzat Allah

Dia berusaha keras dalam perintah Allah

Dia dekat dengan Rasulullah

Dia tuan di tengah waliAllah

Dia naik dan menasihati, bekerja keras dan bersungguh-sungguh

Di saat kalian hanya bersenang-senang dalam kehidupan nyaman, nikmat dan aman

Kalian senantiasa menantikan akibat buruk terjadi pada kita

Menunggu datangnya berita

Dan mengundurkan diri dari peperangan

Dan ketika Allah memilihkan rumah para nabi bagi Rasulullah (ketika wafat)

Memilihkan tempat kembali orang-orang pilihanNya untuk beliau

Tampaklah pada diri kalian duri dan dendam kemunafikan

Jubah agama telah lusuh di mata kalian

Orang yang dulunya diam, sesat dan bodoh sekarang angkat suara

Orang yang dulunya tak dikenal sekarang jadi terkenal

Pejantan orang-orang sesat mengeraskan geramannya

Dan berjalan dengan congkak di halaman-halaman kalian

Setan mengeluarkan kepala dari tempat persembunyiannya

Seraya memanggil kalian

Dia melihat kalian menjawab panggilannya

Dan mendapatkan kalian sepenuhnya pasrah menerima tipu daya

Kemudian dia perintahkan kalian untuk bangkit dan dengan ringannya kalian bergegas bangkit

Dia kobarkan api kemarahan pada diri kalian dan seketika itu juga kalian marah

Dengan demikian, maka kalian memberi tanda pada unta yang bukan milik kalian (yang penting bagi kalian adalah taat pada setan, apapun saja yang dia perintahkan)

Kalian turunkan unta itu bukan pada bagian air milik kalian

Semua ini terjadi padahal masa lalu baru kemarin berlalu

Kepedihan itu masih dalam (karena wafatnya Rasul)

Luka itu masih belum sembuh

Rasulullah masih belum dikuburkan

Bergegas dan berebut –kekuasaan-, mengakunya khawatir terjadi fitnah

Sadarlah; mereka terjerumus dalam fitnah dan sesungguhnya neraka jahannam mencakup semua orang kafir

Jauh sekali dari kalian

Ada apa dengan kalian?

Kemanakah setan memalingkan kalian?

Padahal kitab Allah berada di pundak kalian

Hal-hal di dalamnya jelas

Hukum-hukumnya berkilau

Rambu-rambunya bersinar

Larangan-larangannya terang

Perintah-perintahnya tampak

Sungguh kalian telah membelakangi Al-quran

Apakah kalian ingin membencinya?!

Atau kalian hendak menghakimi dengan selainnya?!

Sesuatu yang lain itu adalah sejelek-jelek pengganti bagi orang dzalim

Dan baranga siapa yang mengikuti agama selain Islam maka hal itu tidak akan diterima darinya, dan dia di akhirat tergolong orang-orang yang merugi

Tak lama kemudian, setelah perlawanan mejadi tenang dan pengaturan menjadi gampang

Seketika itu juga kalian mulai mengeluarkan api dan menggerakkan baranya (menebar fitnah di mana-mana)

Kalian iakan panggilan setan yang menyesatkan

Ajakannya untuk memadamkan cahaya agama yang terang benderang

Meredakan sunnah nabi yang jernih

Pura-pura minum buih padahal sesungguhnya kalian ingin minum susu secara sembunyi-sembunyi (berdalih khawatir terjadi fitnah padahal sesungguhnya kalian serakah terhadap kekuasaan dan membuat fitnah)

Kalian ganggu keluarga dan keturunan Rasulullah secara terselubung dan tersembunyi

Dan kita sabar atas gangguan kalian seperti orang yang menahan sakitnya tubuh yang dicincang dengan pisau besar

Seperti orang yang manahan luka tusukan mata tombak ke dalam perut

Dan sekarang kalian mengaku bahwa tidak ada warisan bagi kami (keluarga Nabi)

Apakah kalian menginginkan hukum jahiliah?

Dan siapakah yang lebih baik dari pada Allah dalam menghukumi bagi orang-orang yang yakin?!

Apa kalian tidak tau? Sungguh jelas bagi kalian seperti matahari di siang bolong bahwa aku adalah puteri Rasulullah

Wahai orang-orang muslim!

Apa mereka memaksa dan mengalahkanku untuk mendapatkan hak waris dari ayahku

Wahai Abu Bakar putera Abu Quhafah!

Apakah disebutkan dalam kitab Allah bahwa kamu mewarisi ayahmu sementara aku tidak mewarisi ayahku?

Sungguh-sungguh kamu telah membawa kemunkaran yang besar

Apakah kalian sengaja meninggalkan kitab Allah dan kalian buang dia ke belakang?

Di saat Allah berfirman: “dan suliman mewarisi dawud”[5]

Allah juga berfirman –ketika menceritakan kisah zakariya-: “berilah dari sisiMu wali –dan penerus- bagiku, yang akan mewarisiku dan mewarisi keluarga ya’qub”[6]

Allah berfirman: “famili dan keluarga, sebagian dari mereka lebih layak dari sebagian yang lain dalam ketentuan Allah”[7]

Allah berfirman: “Allah mewasiatkan pada kalian tentang anak-anak kalian, bagi anak laki dua kali lipat saham anak perempuan”[8]

Allah berfirman: “apabila seseorang dari kalian mati dan meninggalkan barang berharga, maka hendaknya dia mewasiatkan pada kedua orang tua dan keluarganya secara baik, ini adalah hak orang-orang yang bertaqwa”[9]

Kalian mengaku tiada saham bagiku!

Tiada warisan dari ayahku!

Apakah Allah mengistimewakan ayat tertentu bagi kalian dan mengeluarkan ayahku darinya?

Atau kalian katakan bahwa dua orang pengikut dua agama tidak saling mewarisi?

Bukankah aku dan ayahku pemeluk satu agama?

Atau kalian merasa lebih pintar dari ayah dan misananku (Ali) dalam hal khusus dan umumnya Al-quran?

Maka ambillah –wahai Abu Bakar- tanah Fadak (tanah warisan Rasul untuk Fatimah) yang siap ini, seperti unta yang berpelana dan bertali kekang

Dia akan menemuimu di hari mahsyar dan kebangkitan

Maka sebaik-baik hakim adalah Allah

Sebaik-baik pemimpin adalah Muhammad

Sebai-baik saat adalah hari kiamat

Dan pada hari kebangkitan, orang-orang yang batil akan merugi

Tidak lagi bermanfaat apabila kalian menyesal di sana

Dan bagi setiap berita besar tempatnya masing-masing, niscaya kalian akan mengetahui siapa yang akan didatangi siksa yang menghinakannya dan yang pasti mengalami siksa abadi

Kemudian beliau melemparkan pandangannya ke arah Anshar seraya berkata:

Wahai kelompok yang mulia

Wahai penolong-penolong agama

Wahai penjaga-penjaga Islam

Apa sikap acuh tak acuh dan lemah –kalian- dalam hakku ini?!

Apa sikap ngantuk kalian terhadap hakku yang telah dirampas secara lalim?

Bukankah Rasulullah SAW, ayahku, bersabda: seseorang terjaga dalam keturunannya (kehormatan dan kemuliaan seseorang dinilai apabila kehormatan, kemuliaan dan hak-hak keturunannya juga terjaga)

Betapa cepatnya kalian berubah, memusuhi keluarga Nabi

Betapa tergesa-gesanya kalian untuk mengerahkan segala sesuatu melawan keluarga Nabi

Di saat kalian punya kemampuan untuk menolong usahaku

Di saat kalian punya kekuatan untuk membantuku dalam mengambil kembali hak-hakku yang mereka rampas

Apakah ingin kalian katakan: Muhammad telah mati (maka agamanya, kehormatan dan kemuliaanya juga mati)

Sungguh kepergian beliau adalah perkara yang agung

Luka itu semakin terkoyak

Rekah itu semakin luas

Belahan itu semakin lebar

Bumi menjadi gelap karena kepergiannya

Bintang mengalami gerhana karena musibahnya

Harapan telah terputus

Gunung jadi tunduk dan khusyu’

Batas-batas –keluarga Nabi- dilampaui

Kehormatan dia setelah mati dilecehkan

Maka demi Allah itu adalah bencana terbesar dan musibah teragung

Bencana yang tiada taranya

Malapetaka yang tidak akan datang tandingannya dekat2 ini

Kitab Allah SWT mengumumkan kepergian beliau di halaman-halaman rumah kalian

Di pagi dan sore hari kalian

Dengan suara pelan dan teriakan

Secara tilawah dan nada-nada qira’at

Kematian itu juga telah menimpa para nabi dan rasul sebelumnya

Dan merupakan hukum yang pasti dan ketentuan yang tak terelakkan

“Dan Muhammad tidak lain adalah utusan Allah, telah lalu rasul-rasul sebelumya, apakah ketika dia mati atau terbunuh maka kalian berbalik ke belakang, dan barang siapa yang berbalik ke belakangnya niscaya dia tidak membahayakan Allah sedikitpun, dan Allah akan membalas orang-orang yang bersyukur”[10]

Jauh sekali bani Qilah!

Apakah aku tertindas dan tercegah dari warisan ayahku?

Di saat kalian masih kulihat dan kudengar

Kalian masih kumpul bersama

Ajakanku sampai ke telinga kalian

Berita ini sampai ke perasaan dan pengetahuan kalian

Di saat kalian memiliki jumlah yang cukup, potensi, sarana dan kekuatan

Kalian dilengkapi dengan senjata dan perisai

Panggilanku telah sampai pada kalian tapi kalian tidak menjawabnya

Teriakanku telah mendatangi kalian tapi tetap kalian tidak membantu

Padahal kalian dikenal denga jihad dan perjuangan di jalan Allah

Dikenal dengan kebaikan dan amal yang saleh

Pilihan Nabi untuk mendukung misi

Pilihan Nabi untuk meraih kemenangan

Kalian telah berperang melawan arab

Kalian pikul beban dan kesulitan

Kalian serang ummat-ummat lain

Kalian hadapi para pemberani

Dulu kita tidak meninggalkan kalian dan kalian tidak meninggalkan kita

Kita perintahkan dan kalian patuh

Sehingga urusan Islam menjadi teratur bersama kita

Sehari-hari air susu mengalir dengan deras (bayak kebaikan yang diperoleh)

Puncak kesyirikan jadi tunduk

Gejolak dusta menjadi tenang

Api kekafiran telah padam

Ajakan fitnah dan kerusuhan telah terbenam

Sistem agama telah teratur

Lalu kenapa kalian bingung setelah kejelasan

Kenapa kalian rahasiakan setelah terus terang

Kenapa kalian mundur setelah maju

Kenapa kalian syirik setelah beriman

“Apa kalian tidak berperang melawan kaum yang mengingkari janjinya dan bertekad untuk mengusir Rasulullah?! Padahal mereka dulu yang memulai peperangan ini; apakah kalian takut pada mereka?! Padahal Allah lebih berhak untuk ditakuti jika kalian adalah orang-orang yang beriman”[11]

Ingatlah: aku tau, kalian lebih memilih kesenangan dan kehidupan yang nyaman

Kalian jauhkan orang yang lebih berhak untuk melapangkan dan menyempitkan (memerintah dan mengatur negara)

Kalian menyendiri dengan kesenangan

Kalian terhindar dari himpitan dan meraup kekayaan

Maka kalian lepeh apa yang kalian pelihara

Kalian muntahkan apa yang kalian minum dengan mudah (berpaling dari agama dan penolakan terhadap iman)

Dan apabila kalian dan semua penduduk bumi kafir maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dan Terpuja ingatlah: aku katakan semua ini di saat aku tau persis kehinaan yang telah bercampur dengan diri kalian dan pengkhianatan yang melekat di hati kalian

Namun itu adalah ungkapan rahasia hati

Semburan amarah

Kelemahan tombak (tidak sabar lagi)

Gelisah yang keluar dari dada

Persembahan hujjah dan bukti

Maka ambillah khilafah dan tunggangilah pemerintahan yang luka punggungnya dan tipis sepatunya

Khilafah yang senantiasa hina

Ditandai dengan murka Allah dan cela selamanya

Disambung dengan neraka Allah yang menyala dan tau isi hati (membakar jiwa dan raga)

Semua yang kalian perbuat tampak di mata Allah

Dan orang-orang dzalim akan mengetahui ke mana mereka kembali

Dan aku adalah puteri orang yang memperingatkan kalian pada siksa yang dahsyat

Maka bertindaklah dan sesungguhnya kami adalah penindak, nantilah dan sesungguhnya kami adalah penanti

Abu Bakar menjawab:

Wahai puteri Rasulullah!

Sungguh ayahmu dulu adalah orang yang lemah lembut dan mulia terhadap mukminin, belas kasih dan sayang pada mere

Siksa yang pedih dan hukuman yang besar bagi orang kafir

Kalau kita ingin menisbatkannya maka kita dapatkan dia sebagai ayahmu dan bukan ayah dari wanita yang lain

Saudara suamimu dan bukan saudara pria yang lain

Beliau utamakan saudaranya dari pada sahabat yang lain

Dia bantu Rasulullah di setiap perkara yang besar

Hanya orang bahagia yang mencintai kalian dan hanya orang sengsara yang membenci kalian

Kalian adalah keluarga Rasulullah yang bagus

Orang-orang pilihan yang mulia

Kalian adalah petunjuk kebaikan

Kalian adalah jalan menuju surga

Dan kamu (Fatimah); wahai wanita yang terbaik dan puteri sebaik-baik Nabi

Jujur dalam bertutur

Pendahulu dalam kesempurnaan akal

Tidak tersingkir dari haknya

Tidak tercegah dari kejujurannya

Demi Allah aku tidak menentang pendapat Rasulullah !!!

Aku tidak bertindak kecuali dengan ijin dia

Dan sesungguhnya seorang penghulu tidak akan membohongi pengikutnya

Aku bersaksi pada Allah dan cukup bagiku Dia sebagai saksi

Sungguh aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“kita para nabi tidak mewariskan emas dan perak, rumah dan parabotnya, melainkan kita mewariskan kitab dan hikmah, ilmu dan kenabian. Makanan! apa saja yang tersisa dari kami maka itu hak pemerintah setelah kita, dan dialah yang berhak memutuskan di sana”

Apa yang kamu minta telah kita letakkan bersama kelompok kuda dan senjata yang digunakan muslimin untuk berjihad melawan orang-orang kafir dan bertempur melawan orang-orang yang menentang dan jahat

Keputusan itu atas dasar kesepakatan muslimin!!

Aku tidak sendiri dalam hal itu

Aku tidak sewenang-wenang hanya sesuai dengan pendapatku

Inilah kondisi dan hartaku

Semuanya untukmu dan di hadapanmu

Tidak disingkirkan darimu

Tidak disimpan tanpa dirimu

Kamu adalah tuan ummat ayahmu

Pohon bagus untuk keturunanmu

Seluruh keutamaan dirimu tidak bisa diimgkari

Cabang dan pokokmu tidak bisa dibawahi

Keputusanmu senantiasa berlaku dalam apa yang kumiliki

Lalu apakah kamu melihat diriku menentang ayahmu dalam hal ini?

Maka beliau, Fatimah Zahra, berkata:

Maha suci Allah

Tidak pernah Rasulullah SAW berpaling dari kitab Allah

Tidak pernah beliau menentang hukumnya

Melainkan beliau senantiasa mengikuti jejaknya

Menapaki surat-suratnya

Apakah kalian bersepakat untuk berkhianat sekaligus membuat alasan yang dusta (kebohongan yang dinisbatkan pada Rasulullah)

Perlakuan kalian terhadap Rasulullah SAW setelah wafatnya sama dengan kezaliman besar yang beliau alami pada masa hidupnya

Ini adalah kitab Allah sebagai hakim yang adil, berbicara dan memutuskan

Kitab Allah mensinyalir: “yang mewarisiku dan mewarisi keluarga ya’qub”. “sulaiman mewarisi dawud”

Maka sesungguhnya Allah SWT telah menjelaskan jatah-jatah yang Dia bagikan

Dia telah atur ketentuan dan warisan

Dia terangkan bagian lelaki dan wanita; keterangan yang cukup untuk menyingkirkan penyakit orang-orang pengikut kebatilan

Keterangan yang menghilangkan anggapan serta kesamaran orang-orang yang lalu dan akan datang

Tidaklah demikian yang sesungguhnya, melainkan perkara (kekuasaan) silau dan indah di mata kalian, maka seyogyanya kita bersabar dengan kesabaran yang indah, dan Allah Yang dimintai pertolongan atas apa yang kalian diskripsikan.

Maka Abu Bakar berkata:

Allah benar dan Rasulnya pun benar

Puteri Rasul juga benar

Kamu adalah tambang hikmah

Tempat hidayah dan rahmat

Tonggak agama

Mata hujjah dan bukti

Aku tidak asing dari kebenaran katamu

Aku tidak mengingkari maksudmu

Mereka orang-orang islam, antara aku dan kamu

Mereka serahkan pangkat dan kedudukan khilafah ini padaku

Maka dengan kesepakatan dari mereka aku mengambil keputusan untuk menyita –tanah Fadak-

Bukan angkuh dan sewenag-wenang

Dan juga bukan monopoli

Dan mereka adalah saksi akan hal itu

Maka sayidah Fatimah Zahra sa mengarah pada masyarakat seraya berkata:

Wahai ummat manusia yang bergegas ke arah ucapan batil

Yang diam dan rela atas tindakan keji dan merugi

Apakah kalian tidak merenungkan Al-quran atau ada gembok di hati kalian

Tidak demikian yang sesungguhnya, melainkan perbuatan buruk kalian telah mengalahkan hati kalian

Maka dia telah merampas telinga dan mata kalian

Sejelek-jeleknya penakwilan adalah penakwilan kalian

Seburuk-buruknya ganti adalah kebatilan yang kalian jadikan sebagai ganti dari kebenaran

Sungguh dan sungguh demi Allah kalian akan menerima beban yang berat dan akibat yang dahsyat (di hari kiamat nanti)

Ketika tabir telah terungkap bagi kalian

Dan tampak bagi kalian sesuatu yang di belakangnya adalah kesulitan

Dan tampak bagi kalian, dari Tuhan kalian, sesuatu yang tidak kalian sangka-sangka sebelumnya, dan di sanalah orang-orang pengikut kebatilan merugi.[Nasir D]

Rujukan:

[1] . Ibn Hanbal, Ahmad, Musnad jilid 2 hal 293. dll.

[2] . Ibid.

[3] . Shahih Bukhari, jilid 5 hal 21 dan 29. hadis-hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, Bukhari, Ibnu Majah, Sajestani, Tirmidzi, Nasa’I, Abul Faraj, Nisaburi, Abu Na’im, Baihaqi, Khwarazmi, Ibnu Asakir, Baghawi, Ibnu Jauzi, Ibnu Atsir, Ibnu Abil Hadid, Suyuthi, Ibnu Hajar, Baladziri dll. Dengan berbagai ibarat yang berkandungan serupa.

[4] . QS. Taubah 128.

[5] . QS. Naml ayat 16.

[6] . QS. Maryam ayat 5 dan 6.

[7] . QS. Anfal ayat 75.

[8] . QS. Nisa’ ayat 11.

[9] . QS. Baqarah ayat 180.

[10] . QS. Imran 144.

[11] . QS. Taubah 13.

Refrensi:

1. Murtadho, Sayid Alamul Huda, 436H, as-Syafi, dengan sanad dari Urwah dari Aisyah.

2. Ibnu Thawush, Sayid, at-Thara’if, dengan sanad dari Zuhri dari Aisyah.

3. Shaduq, Syaikh, dengan sanad dari Zainab bint Ali. Dia meriwayatkannya juga dari Ahmad bin Muhamma bin Jabir dari Zainab int Ali. Begitu pula dari Zaid bin Ali dari Zainab bint Ali dari Fathimah Zahra sa.

4. Ibnu Abil Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, meriwayatkan dari kitab Saqifah karya Ahmad bin Abdul Aziz Jauhari dengan empat sanad.

5. Arbili, Ali bin Isa, Kasyful Ghummah, meriwayatkan dari kitab Saqifah karya Jauhari.

6. Masudi, Murjud Dzahab.

7. Thabarsi, Ihtijaj.

8. Ahmad bin Abi Thahir, Balaghatun Nisa. dll

Membongkar Pemaknaan Ayat Versi Depag: Mencari Tafsir Alternatif


Membongkar Pemaknaan Ayat Versi Depag: Mencari Tafsir Alternatif

Saleh lapadi

Memaknai ayat Al-Quran memang tidak mudah, sekedar menguasai bahasa Arab pun bukan melulu mencukupi. Untuk itu diperlukan seperangkat ilmu lain yang berkaitan dengan Al-Quran agar terjemahan yang dilakukan lebih tepat dan benar.

Dalam tulisan ini, saya ingin mencoba memaknai ayat Al-Quran dengan alternatif lain lepas dari apa yang telah dilakukan secara baku oleh Departemen Agama. Sambil mencoba membuka u*censored* baru pemaknaan ayat Al-Quran yang lebih ramah. Sehingga Al-Quran tidak lagi dimaknai secara terpilah-pilah namun dengan tuntunan yang utuh dari sebuah pandangan dunia.

Sekaitan dengan itu, fokus utama yang hendak saya pertajam adalah masalah pemaknaan yang semena-mena terhadap Al-Quran tentang perempuan. Seluhurnya, sebelum memaknai hal yang berkaitan dengan perempuan, seorang penerjemah hendaknya terlebih dahulu memiliki sebuah pandangan yang holistik tentang perempuan menurut perspektif Islam. Hal ini urgen dirasa, karena perkara tersebut akan menuntunnya memberikan bingkai pemaknaan yang lebih tepat dan benar.

Sebagai contoh kasus yang akan saya dedah dalam tulisan ini adalah bagian dari Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 34. Alah set berfirman:

“Perempuan-perempuan yang kamu khawatiri nusyuznya[1], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukulah mereka.”[2] Dalam ayat 34 surat An-Nisa’ di atas kata ‘idhribu hunna’ diartikan dengan dan pukulah mereka.

Hal pertama yang perlu dilakukan oleh seorang penerjemah adalah mencari arti dari kata ‘dharaba’. Dan dalam hal ini kata ‘dharaba’ memiliki banyak arti. Al-Quran sendiri memakai kata ini dalam banyak pengertian seperti; membuat contoh dan permisalan,[3] bepergian,[4] membuat,[5] menutup,[6] dan makna-makna lain yang disebut dalam kamus bahasa Arab. Sekalipun memiliki makna yang beragam namun kata ‘dharaba’ memiliki makna yang lebih sering digunakan yaitu memukul.

Sesuai dengan kaidah bahwa zuhur[7] sebuah kalimat adalah hujjah dan dapat dijadikan alasan, maka kata ‘dharaba’ kemudian dimaknai dengan memukul. Artinya, makna terdekat dan yang sering dipakai adalah memukul. Dengan demikian, ayat Al-Quran di atas yang diartikan dengan memukul memiliki pembenaran.

Sebelum mengkaji ayat di atas, mungkin perlu untuk melihat susunan secara umum dari ayat tersebut dan apa pesan yang dikandungnya. Al-Quran, dalam versi terjemahan Depag, hendak memberikan tuntutan bagaimana seorang suami memperlakukan istrinya bila dikhawatirkan akan melakukan pembangkangan terhadapnya atau melakukan perbuatan yang melanggar aturan-aturan agama maka yang harus dilakukan adalah: (1) Memberi nasihat, (2) Pisah ranjang, dan (3) Memukul.

Di sini terlihat bahwa Al-Quran mencoba untuk memberikan jalan keluar bagi seorang suami sebagai kepala rumah tangga apa yang harus dilakukan bila istri melanggar. Tiga cara bertahap yang perlu dilakukan oleh seorang suami dimaksudkan agar istrinya kemudian kembali dan insaf untuk tidak melakukan hal melanggar tersebut. Untuk itu langkah pertama yang perlu ditempuh adalah memberi nasihat. Harus ada dialog terlebih dahulu. Bila ternyata sang istri masih tetap dengan perilaku menyimpangnya maka langkah kedua yang perlu diambil adalah dengan melakukan pisah ranjang. Sang suami kemudian mengambil jarak dari sang istri. Terlihat di sini bahwa tahapan kedua ini lebih keras dari yang pertama. Sayangnya, tanpa melihat proses ini dan penjelasan lain yang akan datang tiba-tiba terjemahan menjadi memukul. Artinya pada langkah ketiga yang harus ditempuh oleh seorang suami adalah dengan memukul istri.

Sebagai metode dalam memperbaiki dan mengubah seseorang, cara memukul bukanlah jalan keluar yang terbaik. Karena perilaku memukul bukan hanya tidak memberikan hasil yang diinginkan bahkan sebaliknya, orang yang dipukul malah kemudian bisa bertambah sikap pembangkangannya. Mungkin untuk sementara waktu ia akan taat tapi kemudian malah melakukan yang lebih buruk.

Ada satu makna lain untuk kata ‘dharaba’ seperti yang disebutkan dalam kamus Al-Munjid yang berarti berpisah. Dan satu makna lain yang lebih tepat untuk ayat ini adalah membiarkan dan tidak memperhatikan sebagaimana dalam hadis yang menyebutkan bahwa bila ada riwayat yang tidak sesuai dengan ayat Al-Quran, maka biarkan dan lemparkan saja ke tembok. Artinya, hadis tersebut tidak perlu diperhatikan dan dipedulikan lagi.

Bila makna ini yang kita ambil untuk memaknai ayat Al-Quran surat An-Nisa’ di atas akan lebih sesuai dengan tahapan untuk memperbaiki istri. Setelah dinasihati maka yang perlu dilakukan adalah pisah ranjang untuk sementara waktu dan bila masih juga terjadi pembangkangan yang perlu dilakukan seorang suami adalah membiarkan dan tidak menyapa istrinya agar sadar bahwa apa yang dilakukannya sangat tidak disukai oleh suaminya. Di sini, pada langkah ketiga di mana suami mencoba untuk tidak melakukan hubungan dengan istrinya secara total, istri akan merasa bahwa ia sudah betul-betul tidak diperhatikan lagi sebagai salah satu anggota keluarga. Dengan ini diharapkan bahwa sang istri kembali sadar dengan tanggung jawabnya selaku istri.

Pemaknaan ayat 34 surat An-Nisa’ dengan yang dijelaskan di atas akan lebih sesuai dengan ayat lain dari surat An-nisa’ yang berbunyi, “Dan bergaulah dengan mereka secara patut”.[8] Bahwa cara yang dilakukan dengan mendiamkan istri dan tidak memperhatikannya akan lebih tepat disebut pergaulan yang ma’ruf dan patut.

Di sisi lain, bila dimaknai dengan memukul maka akan memberikan pembenaran kepada setiap suami untuk melakukan penganiayaan kepada istrinya dengan sedikit kesalahan yang diperbuat. Ditambahkan lagi kurangnya perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan bila pemukulan dilakukan di dalam rumah membuat semakin sulit melakukan pembelaan terhadap hak-hak istri.

Sementara itu, dalam buku-buku fikih dijelaskan bahwa bila pemukulan dilakukan hingga menimbulkan bekas, maka pemukulan yang semacam ini dilarang bahkan dapat diadukan ke pengadilan. Dan bila itu benar, tentunya sang suami akan didenda dan diqisas terhadap perilakunya.

Oleh ulama, dalam menjelaskan masalah nusyuznya seorang istri, tidak banyak yang membicarakan tentang masalah pemukulan melainkan bagaimana memutuskan untuk seorang suami tidak memberikan nafkah kepada istrinya. Jarang ulama yang menjelaskan kualitas pemukulan yang tidak memberi bekas, berapa kali memukul dan setiap kali memukul jumlah pukulannya berapa dan lain-lain. Dan lebih penting dari itu, bila terjadi pengulangan berapa kali suami diperbolehkan melakukan proses ini. Sampai kapan, hal ini harus dilakukan.

Dan jangan lupa, bahwa peringatan terakhir dengan memukul bahkan mungkin menimbulkan perkelahian di antara kedua pasangan suami istri. Di sini, lagi-lagi, usaha untuk saling memahami kembali dari keduanya malah sulit dicapai bahkan menjadi hilang. Memukul malah menghilangkan tujuan asli dari ayat tersebut yang menginginkan bersatunya kembali pasangan suami istri.

Di sini pemaknaan ayat dengan kata memukul menjadi naif dan sia-sia, karena memukul dengan pelan dan tidak menimbulkan bekas tidak akan banyak pengaruhnya. Bahkan, langkah kedua yang dilakukan boleh dikata lebih baik dan lebih berpengaruh dari memukul tapi ringan. Sementara itu, yang diinginkan dari tahapan terakhir dari perilaku seorang istri yang membangkang tadi adalah agar ia kemudian sadar. Namun ternyata dalam prakteknya tahapan akhir malah lebih ringan dari yang kedua. Kecuali bila dimaknai bahwa penyebutan ketiga cara yang dilakukan itu tidak memiliki arti tahapan. Dan, tahapan akhir adalah yang terberat. Namun ini juga sulit diterima setelah melihat cara dan gaya bertutur Al-Quran itu sendiri.

Akhir dari keributan pasangan suami istri adalah perceraian. Namun itu dilakukan ketika sudah tidak ada lagi logika yang dapat mengembalikan seorang istri ke pangkuan suaminya. Dan itu tidak didapatkan dengan memukul. Karena setelah memukul masih ada cara lain lagi yang dapat dilakukan yaitu tidak lagi melakukan hubungan dengan istri dan mengacuhkannya agar ia sadar bahwa ia masih diinginkan. Namun bila itu juga sudah tidak mempan baru ditempuh jalan terakhir yaitu perceraian. Perceraian tanpa harus dilakukan setelah baku hantam. Namun sebagaimana kata Al-Quran, bahwa bila kalian ingin berpisah, maka berpisahlah dengan cara yang baik, sebagaimana sebelumnya telah mengarungi kehidupan dengan baik.

lebih menarik lagi bila ayat tersebut ditarik dan dimaknai sebaliknya ketika suami yang melakukan pelanggaran. Apa yang harus dilakukan oleh istri? Kecuali bila dikatakan bahwa ayat ini hanya untuk suami maka tertutup kemungkinan seorang istri untuk melakukan usaha perbaikan keutuhan rumah tangganya. Atau setidak-tidaknya perempuan tidak memiliki tuntunan yang langsung diberikan oleh Al-Quran. Sementara dalam waktu yang bersamaan ayat menyebutkan bahwa suami istri saling menutupi yang lain. Keduanya punya hak yang sama. Dan bila dipahami bahwa cara ini untuk keduanya (baca: suami dan istri) maka jelas sangat naif sekali memaknai memukul untuk istri kepada suami. Oleh karenanya, aturan bagaimana seorang suami atau istri dalam usaha untuk menjaga keutuhan rumah tangganya ketika melihat salah satu melakukan tindakan menyimpang adalah: (1) Menasihati, (2) Pisah ranjang, dan (3) Mengacuhkan.

Ketiga cara ini adalah tuntunan yang diberikan oleh Alah dalam Al-Quran sebagai salah satu bentuk kontrol sosial dalam keluarga. Kontrol sosial yang ditekankan kepada kedua belah pihak, tidak diperuntukkan hanya kepada suami saja. Di sini, mengacuhkan pada tahapan ketiga dapat mengambil bentuk yang sesuai dengan kondisi yang ada. Untuk suami, Rasululah saw memberikan jalan keluar dengan tidak memberikan nafkah sehari-hari kepada istri.

Ada sebuah hadis yang menarik dan dapat dipakai untuk memaknai kata ‘dharaba’ dalam ayat tanpa mengartikannya dengan memukul. Namun mengacuhkan istri dengan tidak memberikan nafkah lahiriah. Setelah pada tahap sebelumnya telah mengacuhkannya dengan pisah ranjang. Rasululah saw bersabda, ‘Aku heran terhadap seorang yang memukul istrinya. Dialah yang semestinya lebih layak untuk dipukul. Jangan kalian memukul istri kalian dengan kayu karena akibatnya adalah kalian akan diqisas. Kalian dapat memutuskan untuk tidak memberikan istri kalian nafkah sehari-harinya. Perbuatan lebih bermanfaat bagi kalian di dunia dan di akhirat’.[9][10]

Dalam hadis di atas ternyata Nabi Muhammad saw tidak memperbolehkan kepada seorang suami untuk memukul istrinya dan malah menggantikannya dengan tidak memberikan nafkah sehari-harinya. Karena dari satu sisi, dapat menahan dan memperbaiki perilaku istri dan yang lebih penting lagi adalah tanggung jawab di hadapan Alah nantinya lebih ringan.

Seandainya kita bersikeras untuk tetap memaknai kata ‘dharabu’ dengan arti memukul maka yang perlu diketahui bahwa itu tidak wajib. Memukul istri bukan sebuah kewajiban ketika tahapan kedua telah dilalui. Mengapa demikian? Karena setidak-tidaknya Nabi memberikan satu contoh lain memperlakukan istri dengan tidak memberikan nafkah sehari-harinya. Artinya, makna memukul bukan satu-satunya makna yang dimiliki oleh kata ‘dharabu’ dalam ayat 34 surat An-Nisa’ di atas. Sangat mungkin sekali bahwa pada suatu kesempatan untuk mengembalikan istri ke pangkuan suami dengan cara memukul dan pada suatu kesempatan lain dengan tidak memberikan nafkah sehari-harinya atau mengacuhkannya.

Rujukan:

[1] . Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami istri. Nusyuz dari pihak istri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. (makna ini dari Depag sendiri. –pen)

[2] . Terjemahan ini diambil dari terjemahan DEPAG dalam Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Quran Dept. Agama RI Pelita V/Tahun III/1986/1987. Dicetak oleh PT. Serajanya Santra.

[3] . QS. 14:24.

[4] . QS. 4:94.

[5] . QS. 16:74.

[6] . QS. 24:31.

[7] . Dalam kaidah ilmu usul fikih dikenal dengan hujjiah zuhur yang berarti bahwa sebuah kata bila memiliki makna yang beragam maka pemaknaan kata tersebut adalah yang biasa dipakai dan yang paling pertama tersurat dalam benak pendengar.

[8] . QS. 4:19.

[9] . Mirza An-Nuri, Mustadrak Al-Wasail, jilid 14, hal 250, cetakan Muassasah Alul Bayt. Al-Majlisi, Bihar Al-Anwar, jilid 103, hal249, hadis ke 38, cetakan Teheran.

[10] . Hadis ini menurut para ilmuwan hadis dan rijal dianggap dapat dipercaya (muwatssaq) bahkan oleh sebagian yang lain menyebutnya sahih. Dengan demikian hadis-hadis yang menyebutkan memukul perempuan dengan ungkapan ‘Al-Madhrab bis Siwak’ yang berarti memukul dengan kayu siwak menjadi lemah.Pertama dari sisi sanad karena hanya diriwayatkan oleh At-Thabarsi dalam bukunya Majma’ Al-Bayan. Dan yang kedua, dari sisi matan. Hal ini dikarenakan ulama ketika sampai pada hadis-hadis seperti ini kemudian memberikan penafsiran lain tidak seperti apa adanya.Seperti disebutkan oleh Syahid Ats-Tsani bahwa yang dimaksud memiliki hikmah berhubungan seks karena memukul sangat tidak mendidik. Begitu juga Marhum Al-Bahrani dalam bukunya Al-Hadaiq, jilid 24, hal 617.

Sumber: Blog Saleh Dan Emi


4 Responses to “Membongkar Pemaknaan Ayat Versi Depag: Mencari Tafsir Alternatif”

  1. Adalah sama sekali salah besar apabila umat Islam berpendapat dan mengatakan bahwa kitab suci nabi Muhammad sesuai Al Baqarah (2) ayat 2 yang didalamnya terdapat Al Quran sesuai Al Waaqi’ah (56) ayat 77-79, memiliki multi tafsir sebagamana terjadi sampai sekarang dianataranya tafsir Al Manar, tafsir Jalalain, tafsir lain dan sebagainya yang banyak itu.

    Al Kitab Suci yang dibawa oleh Nabi Suci memiliki hanya tafsir tunggal atau tafsir ahad yaitu dengan cara menunggu-nunggu datan tidak melupakan:

    1. Al A’raaf (7) ayat 52,53:
    Datangnya Allah dengan Hari Takwil Kebenaran Kitab.

    2. Fushshilat (41) ayat 44:
    Datangnya Allah menjadikan Al Quran dalam bahasa asing ‘Indonesia’ selain dalam bahasa Arab.

    3. Thaha (20) ayat 114,115:
    Datangnya Allah menyempurnakan pewahyuan Al Quran berkat do’a ilmu pengetahuan agama oleh umat manusia.

    4. Al Mujaadilah (58) ayat 6,18,22:
    Datangnya Allah membangkitkan semua manusia dengan ilmu pengetahuan agama.

    5. Ali Imran (3) ayat 81,82,83,85, Al Maidah (5) ayat 3, Al Hajj (22) ayat 78, Al Baqarah (2) ayat 208:
    Datangnya Allah menyempurnakan agama disisi Allah adalah Islam menjadi Agama Allah.

    6. An Nashr (110) ayat 1,2,3:
    Datangnya Allah menciptakan Agama Allah sebagai wadah manusia bermacam-macam agama mesuk berbondong-bondong masuk kedalamnya dengan perdamaian Madinah Hudaibiiyah zamani.

    7. At Taubah (9) ayat 97:
    Kesemuannaya itu diturunkan Allah di Negara Kesataun Republik Indonesia berfahsafah Panca Sila pada awal millennium ke-3 masehi dan PASTI penolaknya adalah orang-orang yang kearab-araban.

    Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi.

  2. kabener wae atuh neangan teu kapanggih nanaonan atuh bijkin pusig ajh

  3. Untuk lebih jelasnya hal-hal tersebut, dan menyelesaikan perselisihan persepsi antara agama dan didalam agama yang telah terpecah-belah menjadi 73 firqah sesuai Ar Ruum (30) ayat 32, Al Mu’minuun (23) ayat 53,54 dan Yudas 1:18,19,20,21, kami telah menerbitkan buku panduan terhadap kitab-kitab suci agama-agama berjudul:

    “BHINNEKA CATUR SILA TUNGGAL IKA”
    berikut 4 macam lampiran panduan:
    “SKEMA TUNGGAL ILMU LADUNI TEMPAT ACUAN AYAT KITAB SUCI TENTANG KESATUAN AGAMA (GLOBALISASI)”
    hasil karya tulis ilmiah otodidak penelitian terhadap isi kitab-kitab suci agama-agama selama 25 tahun oleh:
    “SOEGANA GANDAKOESOEMA”
    dengan penerbit:
    “GOD-A CENTRE”
    dan mendapat sambutan hangat tertulis dari:
    “DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA” DitJen Bimas Buddha, umat Kristiani dan tokoh Islam Pakistan.

    Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi.

  4. Buku Panduan terhadap kitab-kitab suci agama-agama berjudul:

    “BHINNEKA CATUR SILA TUNGGAL IKA”
    Penulis: Soegana Gandakoesoema

    I. Telah diserahkan pada hari Senin tanggal 24 September 2007 kepada Prof. DR. ibu Siti Musdah Mulia, MA., Islam, Ahli Peneliti Utama (APU) Balitbang Departemen Agama Republik Indonesia, untuk diteliti sampai mendapat keputusan menerima atau menolak dengan hujjah, sebagaimana buku itu sendiri berhujjah.

    II. Telah dibedah oleh:
    A. DR. Abdurrahman Wahid, Gus Dur, Islam, Presiden Republik Indonesia ke-4 tahun 1999-2001.

    B. Prof. DR. Budya Pradiptanagoro, Penghayat Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, dosen FIPB Universitas Indonesia.

    C. Prof DR. Usman Arif, Konghucu, dosen Fisafat Universitas Gajah Mada.

    D. Prof. DR Robert Paul Walean Sr., Pendeta Nasrani, sebagai moderator, seorang peneliti Al Quran, sebagaimana Soegana Gandakoesoema meneliti Al Kitab perjanjian lama dan perjanjian baru, keduanya setingkat dan sederajat dengan Waraqah bin Naufal bin Assab bin Abdul Uzza, 94 tahun, Pendeta Nasrani, anak paman Siti Hadijah 40 tahun, isteri Muhammad 25 tahun sebelum menerima wahyu 15 tahun kemudian pada usia 40 tahun melalui Jibril (IQ).
    Pertanyaannya yang sulit untuk dijawah akan tertapi sangat logis dan wajar untuk dipertanyakan adalah, Siti Hadijah 40 tahun dan Muhammad 25 tahun, sebelum turun wahyu adalah orang baik, patonah, sidik, amin dan lain sebagainya, kemudian keduannya menikah dengan cara ritual agama apa dan mereka beragama apa ?

    E. Disaksikan oleh 500 peserta seminar dan bedah buku dengan diakhiri oleh sesi dialog tanya-jawab.
    Apabila waktu tidak diabatasi, akan mengulur panjang sekali, disebabkan banyaknya gairah pertanyaan yang diajukan oleh para hadirin.

    Pada hari Kamis tanggal 29 Mei 2008, jam 09.00-14.30, tempat Auditorium Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, jl. Salemba Raya 28A, Jakarta 100002, dalam rangka peringatan satu abad (1908-2008), kebangkitan nasional “dan kebangkitan agama-agama (1301-1401 hijrah) (1901-2001 masehi), diacara Seminar & Bedah Buku hari/tanggal: Selasa 27 Mei - Kamis 29 Mei 2008, dengan tema merunut benang merah sejarah bangsa untuk menemukan kembali jati diri roh Bhinneka Tunggal Ika Panca Sila Indonesia.

    Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi.